AWAS SPOILER! Tulisan ini mengandung banyak spoiler! Kalau belum nonton lebih baik jangan baca, ya!
Genap seminggu setelah penayangan film anime besutan Makoto Shinkai, Suzume no Tojimari, tayang di bioskop Indonesia, kini film tersebut telah ditonton oleh lebih dari 200.000 orang. Wow! Ngga heran karena memang film ini udah lama ditunggu-tunggu oleh banyak orang, termasuk saya sendiri yang ngga mau ketinggalan dan langsung nonton di hari pertama penayangan, tanggal 8 Maret 2023 kemarin. Seperti dugaan, bioskop penuh di semua jam tayang. Untung aja saya udah beli tiket pre-sale sehari sebelumnya, jadi udah pasti dapet tiket dan bisa leluasa milih kursi. Oh iya, tulisan ini akan sangat panjang karena emang banyak banget yang pengen saya bahas. Yaudah, yuk, langsung saya bahas!
Ringkasan cerita yang ngga ringkas-ringkas amat
Film ini dimulai dengan scene Suzume yang sedang bermimpi tentang peristiwa traumatis dari masa kecilnya. Dia tersesat di luar pada hari turun salju, sendirian, sambil mencengkeram kursi kuning, dan berteriak manggil-manggil ibunya. Dia melihat dua sosok misterius dan kemudian dia terbangun.
Dalam perjalanannya ke sekolah, Suzume berpapasan dengan seorang pemuda yang terlihat ngga asing bagi Suzume. Pemuda itu berhenti dan bertanya apakah Suzume melihat sebuah pintu di sekitar tempat tinggalnya. Karena pertanyaan tersebut terasa sangat aneh untuk ditanyakan kepada orang asing, Suzume pun bingung dan ngga menjawab. Pemuda tersebut bertanya lagi, apakah ada bangunan atau area yang ditinggalkan di dekatnya, dan Suzume mengatakan ada area onsen tua yang telah dikutuk dan ditinggalkan. Suzume memberitahukan di mana tempat tersebut, lalu pemuda itu menuju ke tempat tersebut. Sesampainya di sekolah, perasaan Suzume pun ngga enak dan akhirnya Suzume cabs dari sekolah kemudian menuju tempat terbengkalai itu.

Di tempat itu, Suzume melihat sebuah pintu di tengah-tengah kolam onsen. Karena Suzume kepo, dia membuka pintu tersebut. Saat pintu itu dibuka, dia melihat dunia lain seperti hamparan luas dan juga banyak bintang, akan tetapi saat dia mencoba melangkah dan masuk ke dalam pintu tersebut, dunia lain itu ngga bisa dimasukin. Jadi saat dia melangkah ke dalam pintu, dia tetep berada di balik pintunya, bukan di dunia lain yang dia lihat sebelumnya.
Dia juga menemukan sebuah batu menancap di belakang pintu. Entah kenapa Suzume ini super kepo jadi dicabutlah batu itu oleh Suzume dan jadilah seekor kucing (Daijin) yang kemudian langsung melarikan diri.
Suzume sendiri akhirnya ketakutan dan kembali ke sekolah. Di sekolah, dari jendela kelasnya dia melihat ada sesuatu berwarna hitam seperti asap yang muncul dari tanah tempat pintu itu berada dan naik ke atas langit. Saat dia memberi tahu ke teman-temannya, ternyata teman-temannya ngga bisa lihat. Suzume berlari kembali ke tempat pintu itu berada dan melihat pemuda tadi sedang berusaha menutup pintu.
Tanpa pikir panjang, Suzume membantu pemuda itu menutup dan mengunci pintu. Pria bernama Souta itu menjelaskan bahwa di seluruh Jepang pintu-pintu misterius ini bermunculan di gedung-gedung yang ditinggalkan. Pintu itu (yang kemudian diketahui bernama Ushirodo) adalah portal ke dimensi lain di mana makhluk yang dia sebut Mimizu (cacing tanah) ada dan jika Mimizu bisa datang melalui pintu tersebut dan tumpah, maka matilah semua makhluk di bumi ini. Setiap kali Mimizu akan muncul, ada gempa bumi sebagai pertanda dan mereka hanya memiliki waktu singkat untuk menutup dan mengunci Ushirodo.
Oh ya, Souta menjelaskan lagi kepada Suzume bahwa dia adalah seorang Tojishi (ahli penutup pintu) dan dia telah bepergian ke seluruh Jepang untuk menutup pintu-pintu yang lain untuk menahan bencana. Selama ratusan tahun keluarganya telah ditugaskan dan bertanggung jawab untuk menemukan pintu dan menguncinya. Suzume menawarkan diri untuk membantunya menutup pintu, dan karena berbagai keadaan, Souta enggan menerima bantuannya tapi ngga tau kenapa Suzume ngeyel dan langsung mendadak bucin ngikutin aja si Souta keliling Jepang buat nutupin pintu.
Karena saat menutup pintu tadi si Souta terluka, maka oleh Suzume diajak ke rumahnya untuk diobatin. Saat di rumah, tiba-tiba Daijin datang. Suzume bertanya, “Apakah kau mau menjadi kucingku”, dan Daijin menjawab, “Suzume, suki. Omae wa, jama”. Cling, si Souta berubah menjadi KURSI. Kursi tersebut merupakan kursi hadiah ulang tahun dari ibunya saat dia kecil dan kemudian menjadi kursi kesayangan Suzume hinga saat ini meski salah satu kaki kursi udah hilang ngga tau ke mana.

Saya heran ya kenapa berubahnya jadi kursi gitu lho, kenapa ngga berubah jadi hewan aja, sih? Emang ya ini film fantasi, tapi sefantasi-fantasinya ya bisa lah yaa agak masuk akal dikit. Misal jadi kucing, burung, kupu-kupu, jadi babi seperti di Spirited Away, atau apa gitu. Ini kursi lho ya yang notabene adalah benda mati. Tapi menurut saya, itu lah salah satu kehebatan Makoto Shinkai, beliau bisa loh membuat sebuah kursi tetep kelihatan hidup seperti makhluk hidup dan tetep “terlihat” ganteng, LOL.
Kembali ke Daijin, kucing tersebut seharusnya menjadi batu pengunci dari pintu tadi. Berhubung oleh Suzume dicabut, maka dia berubah lagi jadi kucing dan pintunya pada kebuka. Seandainya batu penguncinya ngga dicabut oleh Suzume, maka film ini langsung selesai di 15 menit pertama. Hahaha!
Alhasil, Suzume dan Souta ngejar-ngejar si Daijin karena mau ditancepin lagi untuk jadi batu pengunci. Dari situ lah cerita petualangan Suzume dan Souta keliling Jepang untuk ngunci pintu dimulai. Ya Allah panjang juga yaaa☹
Latar tempat
Pintu pertama muncul di kampung tempat tinggal Suzume saat ini di Inaka, Kyushu. Setelah itu, Suzume dan Sota melakukan perjalanan di suatu tempat di prefektur Ehime, Kobe, Tokyo, dan terakhir, prefektur Miyagi di wilayah Tohoku.
Di film ini, pintu-pintu hanya muncul di tempat-tempat yang telah ditinggalkan oleh penduduk karena bencana. Jadi, di satu sisi, Makoto Shinkai menunjukkan kepada kita bahwa ada daerah terbengkalai di mana-mana di Jepang, terlepas dari prefektur atau kota. Ketika kita mengetahui mengapa daerah-daerah itu ditinggalkan oleh penghuninya, membuat ceritanya jauh lebih kuat, terutama bagi orang-orang yang tinggal di Jepang dan terdampak langsung dengan bencana.
Seperti di Miyagi, Tohoku, pada 11 Maret 2011 terjadi Tsunami dan gempa yang dahsyat dan memakan banyak sekali korban jiwa. Kekuatan gempa ini mencapai 9 SR dan memakan banyak korban lebih dari 13000 jiwa. Di film ini, rumah lama Suzume terletak di prefektur Miyagi, daerah yang terdampak paling parah, saat itu pula Suzume kehilangan ibunya akibat gempa bumi.
Selain Miyagi,di Ehime, Kobe, dan Tokyo juga pernah mengalami gempa besar dan memakan banyak korban jiwa. Jadi latar tempat keberadaan pintu dalam film ini disesuaikan dengan daerah-daerah yang memang ditinggalkan oleh penduduk dikarenakan pernah terdampak gempa bumi. Kenapa kok ditinggalkan begitu saja? Kenapa ngga dibenahi oleh pemerintah Jepang? Ya karena untuk benahin akan memakan banyak biaya, jadi lebih “praktis” kalau ditinggalkan dan mengungsi aja.
Apakah benar Suzume no Tojimari itu Ghibli banget?
Memang ngga bisa dipungkiri ada lah ya beberapa kemiripan dengan film Studio Ghibli karena Makoto Shinkai sendiri juga fans berat Hayao Miyazaki. Namun satu hal besar yang membedakan Makoto Shinkai dengan Hayao Miyazaki adalah latar/setting dan dunia tempat cerita mereka didasarkan.
Sebagian besar karya Hayao Miyazaki mengambil tempat di dunia fantasi yang sangat asing hingga kita ngga pernah tahu di mana tempat asli dari latar film Tonari no Totoro, Princess Mononoke, Ponyo, atau Arriety itu di mana aja, sih? Dan kapan tepatnya peristiwa itu terjadi?
Sedangkan Makoto Shinkai masih kerap menggunakan latar tempat dan peristiwa-peristiwa asli di kehidupan kita saat ini maupun waktu yang akan datang. Seperti film-filmnya, Your Name, Weathering With You, 5 CM Per Second, dan Garden of Words, sebagian besar menggunakan latar tempat di di Tokyo dan dunia modern.
Your Name membuat kita bertanya-tanya dan bikin lumayan halu, kayaknya enak juga bisa bertukar tempat dengan seseorang selama sehari, dan Weathering with You membuat kita semua berharap bisa mengendalikan hujan atau jadi pawang hujan agar saat kita harus menghadiri sebuah acara penting, kita ngga terhambat oleh turunnya hujan .
Dengan film Suzume No Tojimari, Makoto Shinkai telah menemukan cara untuk menjembatani kesenjangan antara gaya filmnya dan Hayao Miyazaki. Meskipun film ini latar waktunya terjadi saat ini dan juga berlatar tempat di Jepang, tapi ada juga bagian yang menceritakan dimensi lain di mana Mimizu tinggal dan kita bisa melihat dunia nyata dan dunia lain (yang kemudian disebut dengan ever after) dalam film ini secara bersamaan.
Selain hal-hal di atas, jika kita adalah penggemar Ghibli, atau katakanlah apabila kita ini si paling Ghibli, kita bisa langsung melihat persamaannya dengan mudah. Dari pertama kali kita nonton trailer Suzume dan “bertemu” dengan Souta, pasti langsung. “Loh, in ikan Howl!” Ya, karena Souta ini wajah dan perawakannya mirip banget sama Howl di film Howl’s Moving Castle.
Selain Souta yang mirip dengan Howl, saat Suzume sedang berjalan di sekitar onsen yang terbengkalai itu, scene tersebut langsung mengingatkan kita pada Spirited Away. Chihiro dan orang tuanya di Spirited Away yang sedang nyasar ke kota yang ditinggalkan dan kemudian karena keserakahannya orang tua Chihiro, orang tuanya berubah menjadi babi.
Lagi, saat Souta dan Suzume gandengan tangan di akhir film, scene itu mirip banget sama Howl yang lagi gandengan dengan Sophie. Ditambah di tengah-tengah ada lagu Rouge no Dengon yang merupakan soundtrack dari Kiki’s Delivery Service, yang sampai membuat anak saya refleks teriak, “Loh, lagunya Kiki!”, udah makin-makin aja jadi tambah “Ghibli banget”. Lainnya sebenernya masih banyak yang mirip, tapi yaudah sih silahkan cari dan cocoklogi sendiri :D.

Pengucapan salam ittekimasu, tadaima, dan okaeri dalam budaya Jepang
Ittekimasu berarti aku akan pergi, tadaima berarti aku sampai rumah, aku baru saja tiba di rumah, atau I’m home, dan okaeri berarti selamat datang kembali. Pengucapan salam tersebut merupakan budaya bagi orang Jepang yang diucapkan sehari-hari saat akan pergi dan saat tiba kembali di rumah, yang biasa diucapkan untuk anggota keluarga. Misalnya bagi anak yang akan pergi ke sekolah. Biasanya akan bilang “ittekimasu” dilanjut dengan ibunya menjawab “itterasshai”.
Salam tersebut terdengar ucapan biasa namun bagi sebagian orang yang keluarganya sudah tidak lengkap, atau mereka yang kehilangan anggota keluarga dalam bencana, akan terasa sekali perbedaannya ketika mereka tidak bisa mendengar okaeri atau mengatakan ittekimasu dan tadaima kepada keluarga yang mereka sayangi.
Bagi mereka yang terkena dampak gempa Tohoku, ada banyak tempat yang harus mereka tinggalkan dan “pintu” yang harus mereka tutup. Makoto Shinkai tidak mengatakan bahwa kita harus melupakan masa lalu, melainkan dia menunjukkan bahwa kita harus menghadapinya dan moving on.
Sepanjang film, setiap kali Suzume dan Sota akan menutup pintu, mereka selalu mengatakan okaeshishimasu yang berarti aku mengembalikanmu atau aku mengirimmu kembali. Setelah itu, pintunya menghilang. Konotasi di sana adalah bahwa pintu itu tidak seharusnya berada di sana dan perlu kembali ke tempat asalnya, yang artinya pintu itu bukan bagian dari dunia ini.
Namun, di pintu terakhir, setelah Suzume menyadari apa yang terjadi di masa lalunya, menghadapi masa kecilnya, dan mengatasi kehilangan ibunya yang membuatnya trauma, dia tidak mengatakan okaeshishimasu, sebaliknya dia mengatakan ittekimasu dengan nada ringan dan penuh kasih.
Dengan demikian, pintu terakhir yang mengarah pada peristiwa paling traumatis dalam hidup Suzume, tidak diperlakukan sebagai sesuatu yang harus dia tinggalkan. Sebaliknya, dia memperlakukannya sebagai sesuatu yang penting bagi hidupnya, sesuatu yang merupakan bagian dari dirinya, dan sesuatu yang tidak lagi harus dia lawan atau lupakan.
Kemudian ketika Souta kembali, Suzume berkata okaerinasai, itulah salam yang selama ini ingin ia ucapkan dan pada akhirnya dia bisa mengatakannya untuk seseorang yang saat ini istimewa baginya.

Kekurangan dan kelebihan Suzume no Tojimari
Dari awal hingga film berakhir saya nunggu-nunggu cerita asal mula munculnya Ushirodo dan Mimizu tapi ngga ada penjelasan yang jelas. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Mimizu ini bisa mengakibatkan bencana dan mengapa selama ini mereka bersembunyi di balik Ushirodo? Terus, latar belakang Souta juga ngga dijelaskan dari mana dan mengapa keturunan dia bisa menjadi “juru kunci” Ushirodho. Ditambah ending yang agak menggantung sepertinya film ini cocoknya dibikin series di Netflix, karena menurut saya durasi selama dua jam belum cukup untuk menjelaskan semuanya.
Untuk soundtrack mohon maaf film kali ini rada kurang membekas di hati. Padahal di film-film sebelumnya di beberapa scenes justru terasa lebih hidup dan emosinya lebih terasa saat scenes tersebut diisi suara nyanyian Yojiro. Coba kita ingat-ingat lagi saat Mitsuha dan Taki bertemu untuk pertama kalinya, tiba-tiba ada lantunan piano Kataware doki, kan makin nyessss ngga, sih, scene tersebut? Atau saat Mitsuha membuka telapak tangannya untuk melihat kembali tulisan nama Taki tapi yang dia tulis malah “suki da”, terus muncul suara Yoji, “aishikata saemo kimi no nioi ga shita…”, nah, seperti itu kan suara Yoji saat nyanyi di tengah-tengah bisa makin mendukung emosi dan perasaan kita yang nonton 🙁
Selain itu, ngga tau kenapa saya rasa hubungan romansa antara Suzume dan Souta ini, sorry to say, terlalu dipaksakan. Padahal ngga apa-apa banget kalau mereka itu ngga jatuh cinta. Film ini udah bagus tanpa harus ada embel-embel percintaan di antara tokoh utamanya. Bahkan di scene awal aja udah “diumumin” kalau Suzume langsung jatuh cinta pada Souta pada pandangan pertama, malah langsung bucin, rela berkorban, dan rela menentang bibinya yang sejak kecil merawat dia, cuma demi Souta. Souta itu siapa heyyy, kok ya langsung aja si Suzume bucin parah. I believe in love at the first sight, but this was too much.
Terlalu buru-buru dibikin jatuh cinta dan terlalu memaksakan. Memang semua film terdahulu Makoto Shinkai dibangun di atas cinta antara dua karakter utama, tetapi romansa antara Suzume dan Sota ini terasa terlalu dipaksakan hanya untuk memenuhi harapan penggemar film-film Makoto Shinkai sebelumnya. Tentu Souta adalah cowo yang tampan, tetapi mereka berdua bertemu dalam waktu yang sangat singkat sebelum Souta diubah menjadi kursi oleh Daijin. Yakali bucin sama kursi ☹. Akan tetapi memang ada yang bilang bahwa Suzume bisa langsung “klik” dengan Souta karena dia merasa dejavu dan seperti udah kenal dengan Souta sepanjang hidupnya disebabkan mereka berdua udah pernah bertemu di ever after saat Suzume masih kecil.

Overall, film ini bagus, animasinya sudah berkembang jika dibandingkan dengan film-film sebelumnya. Dalam film terdahulu, Garden of Words dan Weathering With You, Makoto Shinkai mencoba menyajikan cuaca-cuaca di anime. Kita dapat melihat ilustrasi hujan yang hiper-realistis di Garden of Words dan di Weathering With You. Makoto Shinkai menyuguhkan bagaimana cuaca saja dapat mengekspresikan emosi dari karakter seseorang dan bisa menggerakkan plot cerita sehingga membuat cerita menjadi semakin “hidup”.
Suzume No Tojimari berpusat pada fenomena alam gempa bumi serta hujan yang digunakan oleh Makoto Shinkai sebagai part of the plot. Dalam film ini, setiap Suzume dan Souta selesai mengunci pintu, tiba-tiba ada hujan deras, yang menandakan mereka telah menyelesaikan tugas tersebut. Emang sepertinya Makoto Shinkai sendiri sangat suka dengan hujan karena hampir semua filmnya ada hujan-hujan deras.
Kelebihan lain dari Suzume no Tojimari yang perlu diapresiasi adalah kehebatan Makoto Shinkai dan tim melakukan antropomorfisasi kursi. Bagaimana bisa sebuah kursi bisa diubah menjadi makhluk hidup, yang mana mereka berhasil melakukan itu dan kita sebagai penonton berhasil melihat bahwa meski jadi kursi, Souta tetep “terlihat” ganteng 😀
Soundtrack di Suzume no Tojimari
Seperti Your Name dan Weathering with You, lagu-lagu untuk Suzume No Tojimari kembali dibuat oleh RADWIMPS. Dari pertama trailer dirilis, siapa pembuat lagunya masih misterius dan belum diumumkan kalau yang bikin lagu RADWIMPS lagi. Mana waktu itu cuma du du du ru ru aja yang muncul sama piano doang. Tapi bagi para Wimper yang sering dengerin lagu-lagu RADWIMPS, udah pasti langsung tau, sih, kalau nada piano kayak gitu udah “Yojiro banget”. Piano di lagu Suzume mirip banget dengan nada piano First View of Tokyo di film Your Name. Trus pas udah diumumin siapa yang isi soundtrack, saya langsung, “YA KAN BENER RADWIMPS LAGI!” Kebanyakan para netizen udah ngga kaget ☹
Lagian Makoto Shinkai sama Yojiro Noda ini udah sahabat sejati, ngga bisa dipisahin. Udah seperti botol ketemu tutupnya alias klop. Dari awal Makoto Shinkai selesai bikin script, udah langsung diberikan ke Yoji buat dibikinin lagu. Kayaknya emang Makoto Shinkai udah cocok dan sekaligus “cari aman”. Cari yang pasti-pasti aja bakal bagus filmnya kalau yang buatin musik si Yoji dan udah pasti fans mereka bakal seneng. Lama-lama Yoji ini jadi spesialis pembuat soundtrack seperti Joe Hisaishi :D.

Di film ini, yang membedakan dengan film-film Makoto Shinkai sebelumnya, RADWIMPS berkolaborasi dengan Kazuma Jinnouchi, komposer terkenal yang membuat Halo 5: Guardians, Metal Gear Solid 4 Guns of the Patriots, soundtrack di Pokemon: Detective Pikachu, Jumanji: The Next Level, Marvel’s Iron Man VR, dan lain-lain, untuk menyusun aransemen. Kemudian di lagu Suzume Yojiro memilih Toaka, seorang konten kreator di TikTok sebagai penyanyi perempuannya yang sering meng-cover lagu-lagu Jepang.
Untuk para Wimper mana suaranyaaa??? Ya, selamat, kalian semua telah kecewa karena ngga ada lagu-lagu RADWIMPS yang diputer di tengah-tengah film hahaha! Engga ada suara Yojiro nyanyi di tengah-tengah film. Beda banget ya sama Your Name dan Wetahering with You, yang dia banyak banget nyanyi di tengah film di beberapa scenes tertentu.
Saya sebenernya juga agak kecewa dan menunggu-nunggu, lagu Tamaki nanti dinyanyiin pas scene apa ya? Lagu Tears of Suzume dinyanyiin pas scene apa ya? Menunggu dan menunggu sampai akhir film cuma ada lagu Kanata Haluka dan Suzume aja yang digunakan sebagai lagu penutup. Kanata Haluka sebenernya kalau dinyanyiin di tengah-tengah juga bagus, karena arti lirik dari lagunya juga dalam banget menceritakan latar belakang Suzume. (NGATUR)
Padahal saya berharap di scene bibi Tamaki road trips dengan Serizawa akan ada lagu Tamaki, tapi malah diputer lagu Rouge no Dengon. Atau pas Suzume nangis karena putus asa saat Souta jadi batu kunci, akan ada lagu Tears of Suzume. Namun saat ditanya di wawancaranya, Makoto Shinkai memang kepengen musik kali ini beda dengan sebelumnya, yang ngga banyak lagu di tengah-tengah, dan lebih dibanyakin dengan instrumen-instrumen. Mungkin beliau mikir, “Ya rugi dong kalau ngga dibanyakin instrumen dan orkestranya, masa udah jauh-jauh rekaman sampai ke Abbey Road Studios yang diputer suara Yoji lagi Yoji lagi“. Lol.

Dari tiga film Makoto Shinkai, Your Name, Weathering with You, dan Suzume no Tojimari, saya paling suka soundtrack-nya Your Name. Udah ngga ada yang bisa ngalahin tiba-tiba di scene tertentu ada lantunan piano dan muncul lagu Deto, Kataware doki, dan juga Sparkle, yang bikin scene tersebut makin tambah nyessss, dan kemudian disempurnakan dengan lagu penutup Nandemonaiya. Meski lagu-lagu tersebut saat ini udah pasaran banget, tetapi saya rasa lagu-lagu di Your Name sangat iconic, dan membuat RADWIMPS tambah makin terkenal di luar Jepang. Ngga heran juga saat pertama kali denger lagu-lagunya RADWIMPS di Your Name, saya juga langsung jatuh cinta sama Yojiro sampai sekarang. Ehem, permisi, Wimper jalur Your Name mau lewat dulu. Hahaha!
Lagu-lagu di Weathering with You menempati posisi ke dua di hati saya. Masih membekas di ingatan sampai sekarang scene Hodaka dan Hina muter-muter jatuh dari langit sambal ada lagu Grand Escape. Kemarin di Suzume no Tojimari juga ada scene Souta dan Suzume jatuh muter-muter dari langit, jadi serasa pengen juga diputerin Grand Escape :D. Kemudian peringkat ke tiga baru deh lagu-lagu Suzume. Entah kenapa dari awal album Suzume rilis, saya ngga begitu banyak dengerin. Beda sama album lain yang hamper semua lagu serta instrumen aja tetep saya dengerin. Menurut saya album Suzume lebih terasa dark-nya dan setelah menonton film-nya tambah makin terasa gelapnya.
Oh ya, RADWIMPS juga punya charity album yang dipersembahkan untuk korban-korban bencana alam di Jepang. Albumnya berjudul “2+0+2+1+3+1+1= 10 years 10 songs”, yang semua hasil penjualan albumnya sebanyak 40 juta yen disumbangkan ke pemerintah Jepang dan juga PMI untuk para korban bencana. Bisa didengerin di sini, ya.

Etimologi Suzume no Tojimari
Saya tertarik dengan penamaan tokoh Suzume karena nama ini termasuk nama yang kurang familiar dipakai oleh orang Jepang. Jadi saya cari-cari lah dari mana asal nama Suzume. Karena kalau diartikan secara langsung, Suzume berarti burung gagak. Ngga mungkin ah kalau film ini tentang burung gagak, kan ngga nyambung sama trailer-nya. Kemudian saya menemukan wawancara Makoto Shinkai yang menjelaskan bahwa nama Suzume diambil dari Ame no Uzume no Mikoto, yang merupakan salah satu dewi di mitologi Jepang, yang menari di depan goa batu surga bernama Ama no Iwato untuk memikat dan membuat Amaterasu no Omikami agar membuka pintunya.
Amaterasu no Omikami sendiri adalah dewi matahari yang bersembunyi di dalam goa sehingga dunia menjadi gelap. Untuk membuat matahari tersebut muncul kembali, Ame no Uzume no Mikoto memainkan “peran kunci”. Nah, dari sini lah Makoto Shinkai menamai tokohnya dengan nama Suzume yang diambil dari Uzume di nama Ame no Uzume. Duh, agak mbulet ya :D. (Please koreksi kalau ada yang kurang tepat).
Tojimari kalau diartikan secara langsung artinya adalah mengunci. Namun, kata tojimari ini hanya digunakan untuk mengunci pintu rumah tempat tinggal sehari-hari, bukan untuk mengunci gedung, toko, atau bangunan lain. Dulu sebelum nonton filmnya, nyari arti Suzume no Tojimari cuma mikir, duh, kuncinya Suzume? Suzume ngunci apa sih? Kok pintunya mirip pintu Doraemon? Emang ada apa di balik pintu itu? Setelah nonton filmnya, membaca penjelasan dari Makoto Shinkai mengenai etimologi penamaan tokoh dan alur ceritanya, baru paham korelasinya dan terasa lebih masuk akal.
Last but not least, film ini sangat worth to watch, yaa meski ada beberapa kekurangan, apalagi bagi fans berat Makoto Shinkai asli rugi, sih, kalau ngga nonton. Film ini bukan sekuel dari Your Name, Weathering with You, atau film Makoto Shinkai yang lain, ya. Jadi kalau belum nonton film-film Makoto Shinkai yang lain, engga apa-apa banget karena ini beda film. Baiklah sekian dulu review-nya. Ngga terasa udah melebar ke mana-mana dan makin tambah panjang . Ngga sabar untuk menonton karya Makoto Shinkai berikutnya. Ittekimasu!
Views: 0